Senin, 14 Maret 2011

Biografi pendiri wikileaks( Assange-Mendax)

senyum gan...semangat gan...ok ok ok

Julian Paul Assange dilahirkan 39 tahun yang lalu di Queensland, Australia. Ia adalah penerbit, peretas (hacker) dan aktivis internet. Namanya sedang menjadi sorotan dunia belakangan ini karena situs yang dibuatnya, Wikileaks, berhasil mendapatkan dokumen-dokumen rahasia negara adidaya AS. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, yakni disinyalir mencapai 250 ribu dokumen. Semua isi dari dokumen tersebut akan dikuak kepada publik melalui situs tersebut sedikit demi sedikit.


Masa kecil Julian kurang bahagia. Ibunya, Christine, menikah lagi dengan seorang musisi gerakan New Age yang kontroversial. Julian kecil jarang mendapatkan pendidikan formal. bahkan karena ayah tirinya sangat kejam, ia dan ibunya harus melarikan diri dan hidup nomaden. Tercatat ia telah berpindah tempat tinggal sebanyak 37 kali sebelum berusia 14 tahun. Home Schooling bukan barang baru baginya.

Ketika beranjak dewasa, ia mengikuti perkuliahan di sejumlah universitas di Australia. Pada tahun 1987, saat berusia 16 tahun, Julian memulai karirnya di bidang hacker komputer. Ia memakai nama sandi ‘Mendax’. Bersama dua rekan lain, ia mendirikan sebuah kelompok bernama Internasional Subversives. Julian dan teman-temannya bukanlah perusak program atau situs. Mereka mencuri data-data dari situs tersebut yang bersifat ‘rahasia’ dan membagikannya kepada umum.

Kelompok muda tersebut memiliki akses ke sejumlah universitas ternama di Australia. Bahkan merambah hingga ke mancanegara, salah satunya akses ke Nortel, sebuah perusahaan telekomunikasi di Kanada. Namun karena masih ‘hijau’, Assange tertangkap pada tahun 1991, dan dinyatakan bersalah atas 24 tuduhan aktivitas hacking nya. Namun ia bebas tahun itu juga dengan membayar denda sejumlah AUS$2100

Pada tahun 2006, Assange bersama lima orang lainnya mendirikan situs bernama Wikileaks. Assange bertindak sebagai juru bicara bagi situs tersebut, karena itu, hanya dirinyalah satu-satunya yang dikenali sebagai petinggi Wikileaks. Tujuan awal situs ini adalah membongkar kelakuan perusahaan yang dinilai tidak etis, serta membantu pemberantasan korupsi di lembaga publik.


Motto Wikileaks sebenarnya mulia, yakni ‘Transparansi/keterbukaan’, hal itu dapat dilihat pada situsnya, yakni paragraf yang bertuliskan “Transparansi menciptakan kehidupan lebih baik bagi semua masyarakat. Pengawasan yang baik akan mengurangi korupsi dan memperkuat demokrasi di semua institusi sosial, termasuk pemerintahan, perusahaan dan organisasi lainnya,”

Wikileaks adalah situs sukarela. Julian Assange dan kawan-kawannya tidak menerima uang sepeser pun dari tindakan mereka ini. Semua biaya yang diperoleh Wikileaks berasal dari pengunjung situs tersebut. Namun hasilnya tidak main-main, Assange pernah mengatakan bahwa Wikileaks telah menghimpun dokumen-dokumen rahasia pemerintah lebih banyak dari temuan semua media di dunia bahkan jika temuan tersebut digabungkan ke dalam satu paket.

Dia telah terlibat dalam penerbitan materi tentang pembunuhan di luar hukum di Kenya, dimana ia memenangkan 2009 Amnesty International Award Media. Dia juga telah menerbitkan bahan tentang limbah beracun dumping di Afrika, manual Gereja Scientology, Teluk Guantanamo prosedur, dan bank seperti Kaupthing dan Julius Baer. Pada tahun 2010, ia menerbitkan rincian diklasifikasikan tentang keterlibatan Amerika Serikat dalam perang di Afghanistan dan Irak. Kemudian, pada tanggal 28 November 2010, WikiLeaks dan lima rekan media mulai menerbitkan kabel rahasia diplomatik AS. Gedung Putih menyebut tindakan Assange's ceroboh dan berbahaya.

Akibat dari perbuatannya, Julian Assange harus tinggal berpindah-pindah. Mungkin hal ini wajar baginya, mengingat akar ‘nomaden’ yang dimilikinya. Dia pernah menginap di bandara. Kadang dia berada di Australia, Kenya dan Tanzania. Terakhir, Assange dilaporkan menyewa sebuah rumah di Islandia, Maret lalu.

Namun Julian Assange bukanlah sosok misterius. Dirinya kerap menghadiri acara wawancara dengan media ternama, seperti Al Jazeera, MSNBC, Democracy Now! dan The Colbert Report.

Julian Assange terakhir tampil di hadapan umum pada awal Juli lalu, di acara Personal Democracy Forum di New York. Kehadirannya pun tidak secara fisik, melainkan memanfaatkan kecanggihan teknologi melalui Video Conference. Hal ini wajar karena sejak saat itu Wikileaks sudah mulai membocorkan rahasia AS ke publik, tentu tak aman bagi dirinya dan rekan-rekannya untuk menginjakkan kaki di negara adidaya tersebut.

Wikilieaks memperoleh sejumlah penghargaan, di antaranya penghargaan media dari Amnesty International pada 2009, Penghargaan Economist Index on Cencorship pada 2008, Sam Adams Award pada 2010.

Julian Assange pun tak luput dari penghargaan. Ia dinobatkan sebagai salah satu dari 25 visioner yang akan mengubah dunia versi majalah Utne Reader. Tak hanya itu, majalah prestisius Time pun menyematkan gelar Person Of The Year 2010 kepada pria berambut pirang ini.

Sejak tampil terakhir pada bulan Juni lalu, Assange tak pernah lagi tampak batang hidungnya hingga kini. Ia diduga tengah bersembunyi. Assange menjadi buronan nomor satu oleh Interpol berdasarkan permintaan Swedia. Tapi bukan karena urusan bocoran dokumen. Assange diincar atas tuduhan perkosaan, dan pelecehan seksual di Swedia. Tak sedikit yang berspekulasi, Assange sengaja dituduh demikian, akibat ulahnya membeberkan dokumen rahasia.

Dampak dari perbuatan Julian Assange ini sangat terasa. Negara sebesar Amerika pun kita seakan ciut nyalinya menghadapi aksi pria satu ini. Tak hanya itu, negara adidaya lain seperti China, Jepang, bahkan hingga Indonesia pun turut kebakaran jenggot. Bagaimana tidak, bukan tak mungkin dalam dokumen-dokumen rahasia tersebut terdapat hal-hal yang menyimpang sepert penyalahgunaan asas kekuasaan. Apapun yang terjadi, yang jelas Julian Assange telah menciptakan sebuah revolusi baru di bidang transparansi media.
 reverence
kolom-biografi.blogspot.com




Rabu, 09 Maret 2011

Dokter-Pasien: Hubungan yang Menyembuhkan!


senyum gan...semangat gan...ok ok ok

  Begitu saya melangkahkan kaki di ruang perawatan penyakit dalam, dari tempat tidur paling ujung, dekat jendela, seorang pasien langsung bangun, duduk, sambil setengah berteriak, “Nak dokter, saya dok, Pak Katimin, pasien dokter”. Mendengar itu, sedikit agak kaget, saya melihat ke arah suara yang memanggil itu. Oh ya, beliau “Pak Katimin”, pasien saya yang berobat terakhir kira-kira satu tahun lalu.
"Hubungan baik, kedekatan antara dokter-pasien merupakan bagian penting dalam proses penyembuhan. Hubungan baik ini, menurut penelitian menyerupai efek plasebo"
“Katimin”, sebuah nama yang sudah jarang kita jumpai sekarang. Nama yang sangat khas dari etnis jawa, khusunya Jawa Tengah. Bagi saya nama ini juga sudah sangat familiar, beliau adalah pasien saya yang sudah berusia lanjut, lebih dari 85 tahun. Lebih kurang sejak 10 tahun lalu beliau selalu berobat dengan saya karena keluhan sesak nafas, hipertensi, dan pembesaran prostat.
Seketika saya melihat Pak Katimin yang masih saya ingat dengan baik wajahnya itu, agak bergegas saya menuju ke tempat beliau. Dari balik wajahnya yang sudah keriput, saya lihat ekspresi senang, gembira dan juga keheranan, seolah-olah tidak percaya, mungkin tidak percaya akan bertemu saya lagi.
Sambil menepuk-nepuk dan memijet pundaknya. Beberapa lama saya terdiam, kemudian saya bertanya, “Ada apa bapak? Kenapa bapak sampai kesini? Apa yang bapak rasakan?” Dengan suara pelan, dan agak terputus-putus—mungkin karena sesak— , beliau menjawab: “saya sakit nak dokter—- bapak ini kalau memanggil saya, “nak dokter”— saya batuk dan nafas saya sesak sekali, berbaringpun saya sesak nak”. Bapak tidak berobat? “Tidak nak, tapi saya ada ke tempat praktik nak dokter beberapa kali, setiap saya ke sana nak dokter tidak ada. Terakhir waktu saya ke sana, ada yang memberitahu bahwa nak dokter sudah pindah”, jawab beliau.
Cukup lama saya duduk di tepi tempat tidur pasien. Sambil tetap memegang pundaknya, pikiran saya menerawang jauh ke desa tempat beliau tinggal. Suatu desa yang terletak di hilir, di tepi Sungai Indragiri. Untuk sampai ke rumah sakit ini, dengan menaiki sampan/pompong yang bermesin (speedboat), akan memerlukan waktu yang cukup lama, bisa tiga sampai empat jam.
Perjalanan yang sangat melelahkan tidak hanya bagi orang tua yang sakit, saya sendiri pun, yang masih sehat, rasanya tidak akan kuat. Tidak terbayangkan bagaimana susahnya beliau menuruni anak tangga yang curam— apalagi waktu pasang surut— yang hanya dibuat dari kayu bakau, untuk bisa sampai ke sampan/pompong itu. Seakan saya merasakan betapa sakitnya pinggang beliau dengan tulang-tulang yang sudah rapuh itu, ketika harus menghadapi hentakan-hentakan kuat akibat sampan/pompong melawan derasnya arus sungai indragiri.
Alangkah kecewa, dan sedihnya hati beliau, bila saya sebagai dokter yang dipercaya, tidak dapat memberikan yang terbaik untuk beliau. Karena itu setelah selesai visit saya kumpulkan semua perawat dan saya minta mereka untuk juga melayani beliau sebaik-baiknya, dan kalau ada masalah agar menghubungi saya segera.
Setelah dirawat sekitar satu minggu, Alhamdulillah keadaan pasien mengalami kemajuan. Batuk, dan keluhan sesaknya jauh berkurang. Pnumoni, radang paru yang dideritanya juga membaik, dan hipertensi beliau juga terkontrol.  Aneh, saya seolah-olah tidak percaya, “pasien usia lanjut, umur lebih dari 85 tahun, dengan pnemoni bisa membaik?” Padahal secara teoritis prognosisnya sangat jelek, pasien biasanya meninggal.
Saya ingat Deng Xiaoping, Soeharto dan banyak tokoh-tokoh lain yang meninggal karena pnemoni, “apa yang mereka tidak punya?” Sementara Pak Katimin ini hanya seorang petani pengguna kartu Jamkesmas dengan segala macam keterbatasan.
Kesembuhan Pak Katimin ini, seperti menjadi tandatanya juga bagi saya. “Apakah ini yang dinamakan hubungan baik yang menumbuhkan kepercayaan, keyakinan antara dokter-pasien? Apakah hubungan baik ini yang membantu penyembuhan pasien?” Ya, saya kira ini bisa terjadi, di samping kehendak Allah.
Hubungan yang baik, kedekatan antara dokter-pasien merupakan bagian penting dalam proses penyembuhan. Hubungan yang baik ini, menurut penelitian menyerupai efek plasebo. Pengalaman saya setelah puluhan tahun jadi dokter juga menunjukkan hal demikian. Banyak pasien yang merasa sudah sembuh, kalau sudah masuk ruang praktik seorang dokter yang dipercayainya, yang hubungannnya terjalin dengan baik. Keluhan-keluhan yang dirasakan begitu saja akan hilang.
Penelitian juga menunjukkan bahwa luka pascaoperasi lebih cepat sembuh bila operasi dilakukan oleh dokter yang ramah, bersahabat dengan pasien. Harapan hidup pasien kanker juga meningkat bila dirawat oleh dokter yang bersikap ramah, bersahabat, menghargai , dan peduli dengan pasiennya.
Sayang, hubungan baik yang menumbuhkan kepercayaan, keyakinan antara dokter-pasien sudah mulai luntur. Industrialisasi pelayanan kesehatan, kemajuan teknologi kedokteran, berkembangnya spesialisasi-subspesialisasi, sistem renumerasi dokter, sistem dan kualitas pendidikan kedokteran, kesadaran tinggi akan hak-hak pasien, menurunnya moralitas, idealisme sebagian dokter, sebagian dokter yang masih selalu merasa paling tahu, pasien merasa juga mulai pintar, dan perubahan sosio-ekonomi masyarakat lainnya sangat mempengaruhi hubungan dokter-pasien sekarang ini.
 
Irsyalrusad, Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.